BPK nilai empat Lawang tekor kel
Sumselbuletin com Lawang#pemkab Empat Lawang tengah menghadapi persoalan serius mengenai keuangan daerah. Pasalnya dalam Laporan Keuangan Tahun 2023, APBD Pemkab Empat Lawang mengalami defisit riil sebesar Rp227.775.529.733.
Jumlah tersebut melebihi dari batas maksimal defisit seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 194/PMK.02/2022 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif Pembayaran Utang Daerah Tahun Anggaran 2023.
Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b aturan itu menyatakan bahwa batas maksimal defisit APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan berdasarkan kategori Kapasitas Fiskal Daerah sebesar 2,46% (dua koma empat enam persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah tahun anggaran 2023 untuk kategori tinggi.
Sehingga, batas maksimal defisit yang ditetapkan untuk Pemkab Empat Lawang yakni Rp41.047.204.802 dari perkiraan pendapatan daerah Rp1.578.738.646.231. Sehingga, besaran defisit yang melebihi ambang batas mencapai Rp186.728.324.931.
Kondisi keuangan Pemkab Empat Lawang tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumsel atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Empat Lawang Tahun 2023.
Dalam laporan itu, defisit riil yang dialami Pemkab Empat Lawang disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya sebagai berikut;
a. Terdapat Penganggaran Kegiatan yang Tidak Berasal dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Hasil pemeriksaan atas proses penganggaran menunjukkan bahwa proses penganggaran kegiatan dimulai dari Musrenbang tingkat desa, kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten. Hasil Musrenbang tersebut dihimpun oleh Badan Perencanaan Pembanguan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) untuk kemudian dimasukkan ke dalam usulan pada SKPD teknis dan selanjutnya diinput dalam aplikasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) menjadi Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
RKPD tersebut dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kemudian hasil pembahasan berupa Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sampai dengan pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Empat Lawang.
Pemeriksaan secara uji petik atas usulan pengajuan kegiatan pada Dinas PUPR yang berasal dari RKPD dibandingkan dengan usulan pada RAPBD diketahui bahwa terdapat usulan yang sebelumnya tidak diusulkan pada RKPD namun muncul pada RAPBD dengan rincian sebagai berikut.
Usulan yang muncul pada RAPBD
No
Jenis Kegiatan
Jumlah Kegiatan
1
Pembangunan Jalan
145
2
Pembangunan Jembatan
5
3
Pembangunan Drainase
23
4
Pembangunan Perkuatan Tebing
18
5
Normalisasi Sungai
1
Jumlah
192
Berdasarkan konfirmasi dengan TAPD diketahui bahwa perubahan tersebut dilakukan pada tingkat TAPD melalui Bidang Anggaran BPKAD dengan membuka akses kepada SKPD untuk menambahkan atau mengurangi kegiatan sesuai dengan persetujuandari pimpinan daerah.Atas kegiatanyangditambahkan tersebut tidak terdapat kajian yang menjadi dasar untuk melakukan penambahan kegiatan.
b. Penganggaran Pendapatan Asli Daerah Tidak Rasional
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Empat Lawang diketahui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tiga periode dari Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 seperti pada tabel berikut.
PAD Empat Lawang Tahun 2021-2023
No
Tahun
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
%
1
2021
49.620.445.242,00
27.846.959.236,30
56,12
2
2022
96.484.332.154,00
51.423.805.683,75
53,30
3
2023
136.000.000.000,00
51.669.424.572,80
37,99
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, secara konsisten PAD tidak pernah mencapai target anggaran dan presentase realisasi menurun setiap tahun. Rata-rata realisasidari PADadalah sebesar46,42%. Hal ini berbandingterbalik dengan kenaikan anggaran PAD yang dilakukan setiap tahun, dimana kenaikan terbesar terjadi pada Tahun 2022 sebesar 94,44% sedangkan pada Tahun 2023 kenaikan yang terjadi sebesar 40,96%.
Analisis atas kenaikan PAD diketahui bahwa proporsi PAD adalah 8,61% dari nilai Pendapatan Daerah sebesar Rp1.578.738.646.231,00 dengan realisasi sebesar 37,99%.
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas kenaikan anggaran PAD diketahui bahwa terdapat kenaikan signifikan antara anggaran Tahun 2023 dengan realisasi Tahun 2022 yaitu Pendapatan Pajak Daerah dengan kenaikan sebesar 408,66% (anggaran Pajak Daerah Tahun 2023 sebesar Rp43.960.000.000,00 dengan realisasi Pajak Daerah Tahun 2022 sebesar Rp10.757.093.204,00) dan Retribusi Daerah dengan kenaikan sebesar 5.474,99% (anggaran Retribusi Daerah Tahun 2023 sebesar Rp31.440.000.000,00 dengan realisasi Retribusi Daerah Tahun 2022 sebesar Rp574.248.000,00).
Berdasarkan konfirmasi kepada Tim Pelaksana TAPD pada Badan Pendapatan Daerah(Bapenda) diketahui bahwa Bapenda mengusulkan anggaran PAD dengan mempertimbangkan tren PAD tahun sebelumnya dengan ditambahkan kenaikan 10% dari rata-rata tren.
Untuk Pajak Daerah diusulkan atas pertimbangan dari Bapenda, sedangkan untuk Retribusi Daerah berasal dari usulan masing-masing SKPD pengampu. Proses kenaikan anggaran PAD dalam RAPBD merupakan hasil pembahasan pada tingkat TAPD. Hasil konfirmasi kepada TAPD diketahui bahwa atas perubahan tersebut mempertimbangkan potensi daerah namun tidak dilengkapi dengan kertas kerja kajian dan perhitungan. TAPD hanya memperhatikan keseimbangan antara pendapatan dan belanja yang direncanakan.
c. Penggunaan Kas yang Dibatasi Penggunaannya (Restricted Cash) Sebesar Rp118.630.562.811,62
Saldo Kas Daerah Kabupaten Empat Lawang pada tanggal 31 Desember 2022 adalah sebesar Rp33.563.956.965,00 dengan rincian sebagai berikut
Saldo Kas Daerah Kabupaten Empat Lawang Tahun 2022
No
Uraian
Saldo Kas per 31 Des 2022 (Rp)
1
Kas di Kas Daerah
5.420.761.094,30
2
Kas di Bendahara Penerimaan
166.419.596,00
3
Kas di Bendahara Pengeluaran
5.000,00
4
Kas di Bendahara BLUD
3.260.388.801,00
5
Kas di Bendahara BOS
38.876.388,87
6
Kas di Bendahara DSG
23.200.680,59
7
Kas dana Kapitasi pada FKTP
368.416.215,00
8
Kas Lainnya
24.285.889.189,24
Jumlah
33.563.956.965,00
Berdasarkan saldo atas Kas Lainnya sebesar Rp24.285.889.189,24, salah satunya adalah restricted cash sebesar Rp24.130.252.722,24 dengan rincian sebagai berikut.
Rincian Restricted Cash Tahun 2022
No
Uraian
Nilai (Rp)
1
Sisa Bantuan Gubernur (Bangub) Sumsel TA 2022 dan sebelumnya
10.523.752.712,73
2
Sisa Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik TA2022 dan sebelumnya
8.695.091.021,51
3
Sisa DAK Non Fisik TA2022 dan sebelumnya
3.900.832.888,00
4
Sisa Dana Jamsoskes TA 2018
760.048.300,00
5
Sisa Dana Alokasi Umum (DAU) Tambahan TA 2020
210.198.800,00
6
Sisa Dana Insentif Daerah (DID) TA 2022
40.329.000,00
Jumlah
24.130.252.722,2
Atas dana sebesar Rp24.130.252.722,24 merupakan dana yang dibatasi penggunaannya yang telah ada peruntukannya. Pemeriksaan lebih lanjut atas restricted cash pada Tahun 2023 diketahui terdapat penambahan saldo restricted cash atas sisa realisasi penerimaan transfer dan belanja yang telah ditetapkan peruntukkannya sebesar Rp94.500.310.089,38 dengan rincian sebagai berikut.
Nilai Restricted Cash Tahun 2023
No
Uraian
Nilai (Rp)
1
Sisa DAK Fisik TA2023
24.410.162.684,00
2
Sisa DAK Non Fisik TA2023
664.055.077,00
3
Sisa Bangub Sumsel TA2023
29.533.009.081,38
4
Sisa DID TA2023
20.977.000,00
5
Sisa DAU TA2023
39.872.106.247,00
Jumlah
94.500.310.089,38
Berdasarkan perhitungan tersebut, seharusnya saldo restricted cash pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) per 31 Desember 2023 adalah sebesar Rp118.630.562.811,62 (Rp24.130.252.722,24 + Rp94.500.310.089,38). Hasil analisis atas ketersediaan Kas pada RKUD menunjukkan bahwa atas restricted cash diperuntukkan untuk melunasi utang pinjaman daerah kepada Bank Sumsel Babel yang akan jatuh tempo Tahun 2023.
Penggunaan tersebut dilakukan karena keterbatasan dana yang tersedia di Kas Daerah. Pemakaian restricted cash ini mengakibatkan timbulnya utang kepada pihak ketiga atas kegiatan yang telah tersedia dananya dan seharusnya dapat dibayarkan.
Konfirmasi atas mekanisme pembayaran belanja dan pembiayaan diketahui bahwa Bidang Perbendaharaan tidak melakukan pemantauan atas sumber dana atas belanja dan pembiayaan yang diajukan, pembayaran dilakukan sesuai dengan ketersediaan dana pada Kas Daerah.
Selain itu, Surat Permintaan Dana (SPD) yang diterbitkan Bidang Perbendaharaan selaku Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK SKPD) tidak dipergunakan untuk mempertimbangkan posisi anggaran Kas Daerah, ketersediaan dana di Kas Umum Daerah, dan penjadwalan pembayaran belanja dan pembiayaan yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD.
Pemakaian restricted cash berdampak ketidakakuratan penyajian informasi saldo Kas Daerah pada Laporan Keuangan dan tidak terinformasikannya kondisi defisit yang dialami Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
Dalam laporannya, BPK menyebut salah satu dampak dari kondisi defisit keuangan daerah yang tidak direncanakan sebelumnya dan nilai defisit yang melebihi ambang batas adalah munculnya kewajiban berupa utang belanja/kewajiban jangka pendek.
Pemerintah Kabupaten Empat Lawangbelum memperhatikan penganggaran dan pelaksanaan APBD supaya dapat memenuhi kewajiban tersebut dan belum menyusun analisis kemampuan membayar utang jangka pendek dengan pendekatan rasio likuiditas keuangan berupa pendekatan Current Ratio dan Quick Ratio maupun diversifikasi portofolio utang.
Berdasarkan permintaan keterangan kepada Ketua dan Sekretaris TAPD Tahun 2023 diketahui bahwa TAPDbelummemilikikebijakan danstrategi khususuntuk menanggulangi kondisi defisit riil selain merasionalkan belanja pada APBD Tahun 2024 dan menyelesaikan utang belanja kepada pihak ketiga. Selain itu, penganggaran dan pelaksanaan belanja belum disesuaikan dengan realiasasi pendapatan serta belum adanya upaya terkait kemandirian pembiayaan.
Dalam laporannya pula, BPK menyebut kondisi keuangan tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pada:
1) Pasal 1 ayat (9) menyatakan bahwa Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan Daerah;
2) Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah;
3) Pasal 24 ayat (4) menyatakan bahwa Penerimaan Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan rencana Penerimaan Daerah yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber Penerimaan Daerah dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
4) Pasal 24 ayat (5) menyatakan bahwa Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rencana Pengeluaran Daerah sesuai dengan kepastian tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam jumlah yang cukup;
5) Pasal 67 ayat (1) menyatakan bahwa Belanja Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) huruf b diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerjasama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan daerah, dan/atau tujuan tertentu lainnya;
6) Pasal 134 ayat (2) menyatakan bahwa anggaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan untuk mendanai Pengerluaran Daerah dalam setiap periode; dan
7) Pasal 135 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka manajemen kas, PPKD menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan: (a) Anggaran Kas Pemerintah Daerah (b) ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan (c) penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD.
d. Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik, pada Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal terdapat sisa DAK Fisik di Rekening Kas Umum Daerah yang terkait dengan adanya sebagian DAK tahun sebelumnya yang tidak dapat dilaksanakan sampai tuntas sampai akhir tahun anggaran, sehingga belum dapat mencapai target/sasaran output sesuai dengan yang direncanakan, sisa DAK tersebut digunakan untuk menyelesaikan output pada bidang yang sama;
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.07/2022 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal DefisitAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif Pembayaran Utang Daerah Tahun Anggaran 2023 pada Pasal 3 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa batas maksimal defisit APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan berdasarkan kategori Kapasitas Fiskal Daerah sebesar 2,46% (dua koma enampersen)dariperkiraan Pendapatan Daerah tahun anggaran 2023 untuk kategori tinggi; dan
f. Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2023 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah pada HurufAmenyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Empat Lawang memiliki rasio kapasitas fiskal daerah sebesar 1,515 dengan kategori fiskal daerah tinggi.
Permasalahan di atas mengakibatkan:
a. Perencanaan belanja daerah berisiko tidak sesuai dengan kebutuhan prioritas yang dibutuhkan masyarakat;
b. Penganggaran pendapatan tidak berdasarkan potensi riil dan belanja yang tidak proporsional membebani keuangan daerah Tahun 2024;
c. Restricted cash sebesar Rp118.630.562.811,62 dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukkan;
d. Informasi mengenai defisit riil sebesar Rp227.775.529.733,88 dan penggunaan dana restricted cash sebesar Rp118.630.562.811,62 untuk kepentingan belanja dan pembiayaan Pemerintah Kabupaten Empat Lawang yang tidak dimuat dalam Laporan Keuangan dapat menyesatkan pembaca Laporan Keuangan;
e. Terganggunya stabilitas keuangan dan kelancaran operasional Pemerintah Kabupaten Empat Lawang; dan
f. Adanya Utang Belanja Pemerintah Kabupaten Empat Lawang kepada pihak ketiga minimal sebesar Rp314.805.104.475,60 berisiko gagal bayar pada tahun berikutnya karena pelaksanaan belanja daerah yang tidak didukung dengan ketersediaan dana.
Hal tersebut disebabkan oleh:
a. TAPD kurang cermat dalam menyusun dan memverifikasi anggaran dengan mempertimbangkan perkiraan pendapatan yang akan diterima secara rasional serta tidak menyesuaikan anggaran belanja sesuai kemampuan ketersediaan dana dan berdasarkan skala prioritas;
b. Kepala BPKAD selaku PPK SKPD belum sepenuhnya menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD serta menetapkan anggaran kas dan SPD; dan
c. Kepala Bidang Perbendaharaan selaku Kuasa BUD dalam menyiapkan anggaran kas tidak memperhatikan penggunaan dana sesuai peruntukannya.
Defisit Anggaran Mulai Berpengaruh ke Keuangan Daerah
Kondisi defisit anggaran pelan-pelan telah memberikan dampak terhadap kemampuan keuangan Pemkab Empat Lawang dalam membiayai sejumlah kegiatan. Terbaru, Pemkab Empat Lawang menunggak pembayaran ke BPJS Kesehatan sebesar Rp29,8 miliar.
“Angka Rp 29,8 miliar itu termasuk hutang tahun 2022, yaitu di angka Rp 8,5 miliar,” kata Joni Verdi, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Empat Lawang.
Selain tunggakan BPJS Kesehatan, gaji ke-13 serta TPP pegawai juga dikabarkan belum dibayarkan.
Pj Bupati Empat Lawang, Fauzan Khoiri Denin mengungkap penyebab terjadinya defisit APBD 2023. Menurutnya, defisit tersebut terjadi lantaran sejumlah penerimaan pendapatan yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) pemerintah pusat dan Provinsi Sumsel Tahun 2023 belum masuk ke kas Pemkab Empat Lawang.
“Sehingga berdampak ke pembayaran kegiatan perangkat daerah,” kata Fauzan saat dikonfirmasi, Rabu (17/7).
Menurutnya, atas kondisi defisit tersebut, pihaknya telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya, melakukan komunikasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan realisasi DBH tahun 2023.
“Di awal tahun ini, kami juga melakukan rasionalisasi anggaran,” ucapnya.
Rasionalisasi yang dimaksud Fauzan yakni dengan memprioritaskan sejumlah program serta menunda beberapa kegiatan yang belum menjadi prioritas.
Selain itu, Pemkab Empat Lawang telah menetapkan Perbup tentang kewajiban Pemda kepada pihak ketiga. “Kewajiban kepada pihak ketiga sudah dianggarkan kembali dan sudah dilakukan pembayaran,” ungkapnya.
Terkait gaji ke-13 dan TPP ASN yang belum dibayarkan, Fauzan menyebut jika nantinya dana tersebut akan dibayarkan setelah mendapat transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat.
“Akan segera diselesaikan setelah ada DAU masuk,” tandasnya.
Kondisi defisit anggaran yang dialami Pemkab Empat Lawang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian daerah. Beberapa diantaranya yakni terhambatnya pembangunan daerah, menurunnya kepercayaan investor, terhambatnya pelayanan publik, meningkatnya beban utang dan terjadinya inflasi.
Hal ini diungkapkan Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Dr Abdul Bashir.
Abdul menjelaskan, terhambatnya pembangunan daerah dapat terjadi lantaran dana yang diprioritaskan untuk pembangunan digunakan menutupi defisit yang terjadi. Akibatnya, terjadi pemotongan anggaran untuk program-program pembangunan daerah, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. “Kondisi ini dapat menghambat kemajuan dan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat di Empat Lawang,” beber Abdul.
Defisit anggaran juga menunjukkan ketidakstabilan keuangan daerah. Hal itu menjadi pemicu menurunnya kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Empat Lawang. “Investor mungkin enggan untuk berinvestasi di daerah yang keuangannya tidak sehat, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah,” ungkapnya.
Abdul menuturkan, salah satu cara menutupi defisit anggaran adalah dengan meminjam uang. Meningkatnya utang daerah akan menambah beban keuangan di masa depan, dan dapat menghambat fleksibilitas Pemkab Empat Lawang dalam mengalokasikan anggaran untuk program-program lain.
Dalam kondisi tertentu, defisit anggaran dapat memicu inflasi. Jika pemerintah daerah mencetak uang untuk menutupi defisit, hal ini dapat menyebabkan beredarnya uang yang berlebihan di pasaran, yang dapat mendorong kenaikan harga barang dan jasa. “Dampak-dampak di atas dapat saling memperparah dan menciptakan lingkaran setan yang menghambat kemajuan ekonomi daerah,” terangnya.
Untuk mengatasi defisit anggaran dan meminimalkan dampak negatifnya, lanjut Abdul, Pemkab Empat Lawang perlu mengambil langkah-langkah strategis.
Diantaranya, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Upaya ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efektivitas pemungutan pajak dan retribusi, serta menggali potensi sumber-sumber PAD baru. Kemudian, melakukan efisiensi belanja.
“Pemkab perlu mengevaluasi dan merasionalisasi program-program belanjanya, sehingga hanya program yang prioritas dan efisien yang didanai,” terangnya.
Dia juga menyarankan Pemkab untuk mencari dana tambahan. Pemkab dapat mencari dana tambahan dari pemerintah pusat, pinjaman lunak dari lembaga keuangan, atau melalui kerjasama dengan pihak swasta.
“Selain itu, penting bagi Pemkab untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan jelas kondisi keuangan daerah dan penggunaan anggaran,” ,,
By
Ujang